nangka matang

    Release time:2024-10-07 21:42:38    source:vincislot88   

nangka matang,erek erek 57 2d,nangka matangJakarta, CNN Indonesia--

Amnesty International Indonesia (AII) menilai ada unsur pembiaran aparat keamanan dalam penyerangan acara diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Kemang hingga pengadangan massa tak dikenal saat aksi Global Climate Strike.

Direktur Eksekutif AII Usman Hamid menyebut sikap aparat keamanan tidak profesional. Kepolisian bahkan menurutnya seolah merestui aksi sekelompok orang yang main hakim sendiri itu.

"Aparat terlihat di lokasi kejadian dan terlihat membiarkan. Itu sama artinya dengan merestui perbuatan melanggar hukum," kata Usman dalam keterangannya, Senin (30/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain dua aksi itu, Usman juga mencatat ada aksi penyerangan sekelompok orang yang merusak tanaman dan merampas spanduk aspirasi milik petani Pundenrejo di Jawa Tengah.

"Ini adalah serangan terhadap kebebasan sosial petani. Serangan-serangan itu jelas tidak bisa dibenarkan serta tidak boleh diberi tempat," imbuhnya.

Padahal menurut Usman, justru di saat seperti inilah masyarakat memerlukan kehadiran aparat keamanan dan juga penegak hukum untuk melindungi mereka dari tindakan main hakim sendiri sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab.

Lihat Juga :
Fakta-fakta Pembubaran Diskusi di Kemang: Pelaku Mengaku Dapat Orderan

Polisi, kata Usman, seharusnya bertugas melindungi warga yang mengekspresikan hak berpendapatnya secara damai.

Sebab konstitusi menjamin warga Indonesia untuk menikmati hak-hak asasi manusia, baik kebebasan sipil seperti hak berkumpul serta berpendapat, maupun kebebasan sosial seperti bercocok tanam dan menikmati hasilnya.

"Sepekan terakhir, mengapa polisi terkesan justru melindungi penyerang? siapa dalang pelaku penyerangan pertemuan dan ekspresi damai itu?" kata dia.

Oleh sebab itu, AII mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengusut tuntas dalang dan semua pelaku intimidasi maupun aksi main hakim sendiri tersebut.

Kapolri menurutnya wajib memastikan adanya tindakan hukum yang tegas terutama terhadap otak pelaku aksi main hakim sendiri.

"Usut pula polisi yang bukannya mencegah dan menindak para pelaku intimidasi, justru cenderung melakukan pembiaran, malah berangkulan dan berjabat tangan dengan mereka, seperti yang terlihat pada insiden sabotase acara diskusi FTA," lanjut Usman.

Selain itu, AII juga mendesak Komisi III DPR RI untuk segera mengevaluasi kinerja kepemimpinan kepolisian di bawah Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara menyeluruh.

"Evaluasi sangat penting agar negara serius menjaga hak asasi manusia secara keseluruhan," imbuhnya.

FTA sebelumnya menggelar diskusi di sebuah hotel di Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9). Diskusi tersebut tiba-tiba dibubarkan sekelompok orang dan sempat menuai kericuhan.

Diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh, mulai dari Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, Din Syamsudin, dan sejumlah tokoh lain itu tiba-tiba didatangi masa. Bahkan sekelompok orang telah hadir di lokasi dan melakukan orasi di depan hotel sebelum acara dimulai.

Polda Metro Jaya pun telah menangkap lima orang terkait kasus pembubaran diskusi FTA itu. Dua di antaranya jadi tersangka dengan dijerat pasal penganiayaan dan pengrusakan.

Mereka dijerat dengan Pasal pengrusakan dan penganiayaan dengan ancaman pidana penjara 2 tahun 6 bulan hingga 5 tahun 6 bulan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

(khr/gil)