solo togel

    Release time:2024-10-08 01:38:49    source:pakong fajar lama   

solo togel,tikettoto,solo togelJakarta, CNN Indonesia--

Tajikistan dan presidennya, Emomali Rahmon, sorotan setelah kembali menerapkan aturan anti-Islam dengan mengesahkan larangan penggunaan hijab pada pekan lalu.

Padahal, menurut sensus penduduk 2020 lalu, sebanyak 96 persen populasi Tajikistan merupakan umat Muslim. Larangan hijab ini ternyata kebijakan anti-Islam terbaru yang diterapkan Tajikistan.

Lihat Juga :
Bandara Incheon Korsel Sempat Lumpuh 3 Jam Imbas Balon Tinja Korut

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kalender nasional Tajikistan bahkan tidak memberi warna merah pada dua hari besar Islam: Idulfitri dan Idul Adha. Namun, pemerintah selama ini selalu mengumumkan kedua tanggal itu sebagai Hari Libur Nasional.

Kebijakan anti-Islam ini tak lepas dari tangan besi sang presiden "seumur hidup" Tajikistan, Emomali Rahmon.

Sejak 1994 berkuasa, Rahmon terus berupaya menjadikan Tajikistan negara sekuler dengan mempromosikan nilai-nilai paham tersebut. Rahmon ingin mencegah praktik keagamaan dan keyakinan yang ia anggap asing, mengakar dalam kehidupan politik dan sosial negara tersebut.

Lihat Juga :
Tren Nama Muhammad, Tajikistan Larang Warga Beri Nama Arab Pada Anak

Siapa sosok Emomali Rahmon dan bagaimana dia bisa berkuasa di Tajikistan?

Rahmon bisa dibilang sosok yang tak sengaja menjadi Presiden seumur Tajikistan karena dukungan keadaan. Pada 1991, Tajikistan baru merdeka dari Uni Soviet dan tokoh komunis Rahmon Nabiyev menjadi presiden pertama Tajikistan usai menang 57 persen suara dalam pemilu langsung pertama negara tersebut.

Meski merdeka, kondisi Tajikistan jauh dari kata stabil hingga memicu pemberontakan serta demonstrasi berlangsung di mana-mana.

Pada 1992, demo anti-pemerintah di Ibu Kota Dushanbe berubah menjadi perang sipil antara pasukan pemerintah, kelompok Islam, dan kelompok pro-demokrasi. Perang sipil ini menewaskan 20 ribu orang dan membuat ekonomi Tajikistan yang baru merdeka makin terpuruk.

Dikutip Radio Free Europe, kondisi ini memaksa Nabiyev mundur pada September 1992. Saat itu, jabatan presiden ditiadakan sehingga ketua parlemen Tajikistan yang saat itu diduduki Rahmon otomatis menjadi kepala negara de facto.

Lihat Juga :
Tajikistan Waswas Pengaruh Teroris ISIS sampai Larang Hijab-Janggut

Meski begitu, Rahmon mulai menancapkan tangan besinya dengan memberangus semua partai politik oposisi dan menyisakan Partai Komunis Tajikistan sebagai satu-satunya partai politik sah di negara itu.

Rahmon baru menjabat sebagai presiden pada 1994 usai menang "pemilu semu". Di tahun itu pula, Rahmon berhasil mencapai perjanjian gencatan senjata dengan pemberontak Islam.

Pada 1997, rezim Rahmon dan kelompok pemberontak United Tajik Opposition (UTO) menyepakati perjanjian damai. Meski mengampuni para oposisi, Rahmon mengontrol ketat gerakan oposisi dan pemberontak.

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>

Islam sebagai alat politik

Sejak awal berkuasa, Rahmon membawa nilai-nilai komunisme Soviet dalam memerintah, walau di atas kertas ia menginginkan Tajikistan berkembang menjadi negara sekular.

Rahmon berusaha keras agar Tajikistan menjadi negara sekular yang bebas dari nilai-nilai agama, terutama Islam, yang dianggap banyak memunculkan ancaman terhadap kepemimpinannya menyusul perang sipilnya dahulu melawan UTO.

Meski begitu, Rahmon tetap memanfaatkan Islam sebagai alat diplomasi, terutama dalam mendekati negara-negara berpenduduk Muslim dan Arab.

Lihat Juga :
Demo Berdarah Kenya, Kakak Tiri Obama Jadi Korban Sasaran Polisi

Bahkan pada 1993, dua minggu sebelum berkunjung ke Arab Saudi, Rahmon bersedia masuk Islam dan mempelajari agama tersebut. Hasilnya, Rahmon mendapatkan jutaan dolar bantuan finansial dari negara Arab usai tur diplomasinya ke sejumlah negara di Timur Tengah.

Meski begitu, Rahmon tetap membatasi pengaruh agama terutama Islam di negaranya. Laporan Kementerian Luar Negeri AS soal Freedom of Religion pada 1997 menyebutkan Rahmon bahkan tidak segan mengkampanyekan Islam sebagai ancaman pemerintah dan masyarakat.

Tak hanya Islam, Tajikistan juga membatasi dan mengontrol ketat praktik keagamaan lainnya seperti Kristen dan Yahudi.

"Pemerintah Tajikistan menekan semua aktivitas keagamaan secara mandiri menjadi dikontrol negara, khususnya aktivitas umat Islam, Protestan, dan Saksi-Saksi Yehuwa. Pemerintah juga memenjarakan
individu atas tuduhan kriminal yang tidak terbukti terkait dengan aktivitas dan afiliasi keagamaan Islam," bunyi laporan tahunan US Commission on International Religious Freedom soal Tajikstan pada 2013.

Lihat Juga :
Polisi Tembaki Pedemo Tolak UU Kenaikan Pajak di Kenya, 10 Tewas

Dari teknisi Listrik hingga wakil rakyat Tajik

Pria kelahiran 1952 di Kulob Oblast, Uni Soviet, itu dibesarkan di keluarga tentara, di mana sang ayah, Sharif Rahmonov, merupakan veteran tentara Soviet atau Red Army yang ikut berperang dalam Perang Dunia II.

Rahmon muda juga sempat mengabdi sebagai tentara Soviet yang bertugas di kapal induk Soviet di Pasifik pada 1971-1974.

Setelah merampungkan dinasnya, Rahmon kembali ke kampung halaman dan bekerja sebagai tukang listrik. Lulusan ekonomi dari Tajik State National University pun mulai memijaki dunia politik sekitar 1990 usai terpilih menjadi wakil DPRD Tajik Soviet.

Sejak itu, karir Rahmon terus merangkak naik hingga akhirnya terpilih sebagai presiden hingga hari ini.