no togel kopi 2d

    Release time:2024-10-07 22:06:39    source:neo 777 slot   

no togel kopi 2d,togogjitu,no togel kopi 2dJakarta, CNN Indonesia--

Presiden Jokowimenerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Dalam Pasal 55 beleid yang diteken pada 20 Mei 2024 itu, Jokowi mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.

Kemudian pada Pasal 7, Jokowi merinci jenis pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam ayat 1 pasal tersebut, disebutkan besaran simpanan pemerintah tetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Sementara ayat 2 pasal yang sama mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Tapera merupakan singkatan dari tabungan perumahan rakyat. Ini adalah bentuk tabungan yang menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau bagi peserta.

Dasar hukum Tapera adalah UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Dalam aturan itu, Tapera bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan bagi peserta. Pembiayaan rumah meliputi; pembelian rumah milik baru, pembangunan rumah, dan perbaikan rumah.

Namun, untuk pembiayaan pembelian perumahan, Tapera tak boleh dipakai secara asal. Pasalnya, penggunaannya dilakukan dengan syarat untuk membeli rumah pertama, hanya diberikan satu kali, dan mempunyai nilai besaran tertentu untuk tiap-tiap pembelian rumah.

Lihat Juga :
Pengusaha Tolak Aturan Tapera

Lantas tepatkah pemerintah mewajibkan pekerja menjadi peserta Tapera di tengah kondisi sedang susah seperti sekarang ini?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan program Tapera harus ditunda dan dideliberasi lebih dalam lagi sebelum diterapkan dua tahun atau tiga tahun mendatang.

Menurutnya, program Tapera tak bisa langsung ditetapkan begitu saja karena menyangkut pendapatan jutaan pekerja Indonesia.

Jika diterapkan tanpa pembahasan yang matang, sambungnya, program Tapera justru bisa menambah beban pekerja.

"Apalagi dikaitkan dengan daya beli pekerja yang sudah aur-auran dalam dua tahun terakhir, sementara kenaikan gaji pekerja tak seberapa," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Lihat Juga :
Bisakah Pekerja Menarik Simpanan Tapera?

Ronny mengatakan program Tapera harus dibicarakan secara komprehensif dengan DPR sebagai perwakilan masyarakat. Apalagi bentuk dana yang dikumpulkan sebenarnya tabungan yang sifatnya sukarela.

"Artinya, jika nanti memang akan diterapkan, maka sifatnya tetap berupa tabungan, seperti tabungan haji, bukan potongan wajib tanpa tedeng aling-aling. Agak berbeda dengan BPJS, karena BPJS sifatnya 'insurance', bukan 'saving'," katanya.

Ronny mengatakan Tapera harusnya mirip dengan tabungan haji di mana orang yang mau naik haji harus menabung dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan orang yang tidak atau belum mau naik haji, maka tentu tak perlu ikut menabung.

Nah begitu juga dengan Tapera. Bagi mereka yang berencana membeli rumah maka boleh menabung jika belum mampu membelinya secara tunai atau belum mampu mengikuti skema kepemilikan rumah secara komersial versi perbankan.

Ronny memahami bahwa masalah perumahan di Indonesia masih kurang terselesaikan. Hal itu setidaknya terlihat dari tingkat backlogyang masih tinggi dan sektor properti yang sedang mengalami kontraksi. Namun menurutnya, penyelesaianya harus secara baik dan dibicarakan dengan terbuka bersama semua pemangku kepentingan.

Lihat Juga :
Siap-siap, Gaji Pekerja Swasta Dipotong Simpanan Tapera per Tanggal 10

"Tidak tahu-tahu main potong gaji pekerja. Lagi-lagi bentuknya bukan kewajiban alias bukan tanggung rente di mana semua pekerja harus dipotong gajinya, karena belum tentu semuanya sedang memprioritaskan kepemilikan rumah," imbuhnya.

Ronny mengatakan yang harus dilakukan pemerintah bukan lah memaksa pekerja menabung untuk membeli rumah, tetapi meningkatkan permintaan atas perumahan dengan memperbaiki pendapatan pekerja serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya.

Dengan semakin tinggi pendapatan per kapita masyarakat dan semakin banyak angkatan kerja yang bekerja secara layak, maka permintaan atas perumahan dengan sendirinya akan naik.

Segendang sepenarian, Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat MPP mengatakan dana Tapera sebesar 3 persen akan membuat pekerja dan pemberi kerja menghadapi beban ganda.

Pekerja, sambungnya, telah dibebani dengan berbagai iuran seperti pajak penghasilan (PPh) 21, pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan naik menjadi 12 persen di tahun depan, iuran BPJS Kesehatan, dan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.

Sementara pekerja katanya sudah menanggung beban pungutan sebesar 18,24 persen - 19,74 persen dari penghasilan pekerja.

"Tambahan 3 persen dari gaji melalui Tapera akan semakin membebani kondisi keuangan perusahaan dan pekerja, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya akibat pandemi dan tekanan ekonomi global," katanya.

Lihat Juga :
Apakah Tapera Bisa Dicairkan?

Achmad juga mempertanyakan program perumahan melalui Tapera karena sudah ada program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.

Melalui MLT, sambungnya, pekerja yang menjadi peserta JHT dapat memanfaatkan fasilitas perumahan seperti pinjaman kredit pemilikan rumah (KPR), pinjaman uang muka perumahan (PUMO), pinjaman renovasi perumahan (PRP), dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi (FPPP/KK).

"Mengapa tidak dioptimalkan saja dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang sudah tersedia?" katannya.

Achmad khawatir Tapera justru nantinya akan menguntungkan BP Tapera dan pemerintah daripada publik. Pasalnya ia menilai BP Tapera kurang pengalaman dalam mengelola dana besar serta potensi rendahnya imbal hasil menimbulkan kekhawatiran bahwa manfaat yang diharapkan tidak akan tercapai.

Apalagi pengelolaan keuangan negara sering kali terkesan kurang efektif dan tidak efisien sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa dana Tapera tidak akan dikelola dengan optimal untuk kesejahteraan peserta.

[Gambas:Photo CNN]

"Pengalaman dengan berbagai program sebelumnya menunjukkan bahwa dana besar yang dikelola oleh pemerintah sering kali tidak memberikan hasil yang maksimal bagi publik," katanya.

Achmad mengatakan konsep Tapera berbeda dengan BPJS Kesehatan. Dalam BPJS Kesehataan, iuran dihitung berdasarkan kelas pelayanan peserta dan digunakan langsung untuk membiayai layanan kesehatan yang dapat diakses oleh peserta sesuai dengan kelas pelayanan yang dipilih.

Sedangkan pada Tapera, iuran yang dipotong dari gaji peserta diinvestasikan terlebih dahulu dengan tujuan pengembangan dana perumahan. Proses ini, katanya, berarti bahwa manfaat yang dirasakan oleh peserta tidak langsung dan sangat tergantung pada efektivitas pengelolaan investasi tersebut.

"Akibatnya, rumah yang diperoleh para pekerja tidak mungkin seragam karena besarnya iuran berbeda-beda dan tergantung pada keberhasilan investasi," katanya.

Achmad menilai Tapera hanya memindahkan tanggung jawab pemenuhan hak atas perumahan dari pemerintah kepada para pekerja. Pasalnya program ini mewajibkan pekerja menyisihkan dana dari gaji mereka yang akhirnya terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Padahal konstitusi, sambungnya, mengamanatkan bahwa hak atas perumahan adalah tanggung jawab pemerintah.

Namun, Tapera justru mengalihkan beban tersebut kepada pekerja.

"Sementara pemerintah hanya berperan sebagai pengumpul dana tanpa memberikan kontrol atau otoritas penuh kepada publik dalam pengelolaan dana tersebut," katanya.

[Gambas:Video CNN]