7meter live

    Release time:2024-10-08 03:49:53    source:arti mimpi bertemu teman perempuan   

7meter live,pesawat tempur lirik lagu,7meter liveJakarta, CNN Indonesia--

Gading (25), merasa bersyukur begitu mendengar pemerintah bakal menghapus kelas 1,2, dan 3 fasilitas rawat inapBPJS Kesehatan menjadi kelas rawat inap standar (KRIS).

Ia menduga pelayanan dan kualitas RS yang didapat kelak bakal lebih baik daripada kelas 3 usai KRIS diterapkan.

Maklum, pria berperawakan jangkung itu merupakan peserta BPJS Kesehatan kelas 3 sejak 2017. Meski ia belum pernah menggunakan haknya sebagai peserta karena sakit parah, Gading lega karena jika suatu saat ia harus dirawat inap di RS, ia dapat fasilitas mumpuni.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penerapan KRIS bakal berlaku efektif mulai 30 Juni 2025. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

KRIS memiliki 12 kriteria yang setidaknya jauh lebih baik dari layanan kelas 3 BPJS Kesehatan. Lebih rinci, 12 kriteria itu yakni komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi, ventilasi udara, dan pencahayaan ruangan.

Lalu, kelengkapan tempat tidur, adanya nakes per tempat tidur, temperatur ruangan, serta ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Kemudian, kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, tirai/partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.

Lihat Juga :
Yongki Komaladi Ramal Merek Lain Bakal Tutup Pabrik Susul Sepatu Bata

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim dengan KRIS kelak satu ruangan rawat inap hanya boleh maksimal diisi empat tempat tidur. Ini lebih sedikit dari kelas 3 BPJS Kesehatan yang bisa diisi 15 tempat tidur dalam satu ruangan.

Selain itu, kamar mandi pun bakal berada di dalam ruangan yang sama. Dengan begitu kamar mandi bisa digunakan secara eksklusif.

Gading pun bernapas lega mengetahui kriteria KRIS tadi. Apalagi, ia tahu persis pelayanan BPJS Kesehatan kelas 3 selama ini bisa dibilang ala kadarnya.

Ia mencontohkan saat kerabatnya sakit, harus bergabung dengan pasien lain yang memiliki penyakit tak kalah parah. Gading meringis ngeri khawatir sang kerabat malah tertular penyakit lain.

"Belum lagi tenaga kesehatan yang siap sedia membantu jumlahnya terbatas," kata Gading yang sehari-hari bekerja sebagai pekerja swasta di Jakarta itu.

Di sisi lain, ia merasa berat jika KRIS berimplikasi pada kenaikan iuran peserta Kelas 3. Pasalnya, penghasilan dirinya sudah pas-pasan.

Apalagi, Gading merupakan 'generasi sandwich'. Ia harus ikut membiayai kebutuhan orang tua.

"Saya keberatan sih kalau naik. Karena jujur, bagi pekerja swasta dengan gaji UMP seperti saya, kebutuhan untuk tinggal di ibu kota besar," tuturnya.

Lanjut ke halaman berikutnya....

Besaran iuran peserta BPJS sendiri adalah Rp150 ribu per bulan untuk kelas 1 dan Rp100 ribu untuk kelas 2. Sedangkan, besaran iuran untuk kelas 3 disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp7.000, sehingga mereka hanya perlu membayar Rp35 ribu per bulan.

Kemenkes menyatakan baru akan mengkaji potensi kenaikan iuran setelah KRIS diterapkan tahun depan. Potensi kenaikan iuran kelas 3 bisa saja terjadi mengingat fasilitas KRIS setidaknya setara dengan BPJS Kesehatan Kelas 2.

Di satu sisi, pihaknya juga tak mau BPJS Kesehatan selalu defisit selama pengatur uang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Sementara itu, Wisnu (27) yang merupakan peserta BPJS Kesehatan kelas 1 mewanti-wanti agak layanan untuk kelas utama tidak turun setelah KRIS berlaku.

"Maksudnya pemerintah kan bilang ada 12 poin kriteria yang harus dipenuhi RS untuk ada di sistem KRIS tuh. Nah itu jangan sampai kok yang sebelumnya ada di kelas 1 jadi merasa downgrade jauh banget yang finally jadi merasa tidak setara," jelasnya.

Kendati, pekerja swasta asal Bandung itu merasa KRIS baik untuk peserta BPJS Kesehatan kelas 3 karena mereka bisa dilayani dengan layak. Namun, pemerintah juga harus tetap mengawasi RS agar memberikan pelayanan yang baik bagi semua peserta.

[Gambas:Photo CNN]

Wisnu sendiri menjadi peserta BPJS Kesehatan sejak 2018. Ia mengaku mengikuti program JKN itu supaya terlindung jika terjadi sesuatu pada dirinya.

Sejauh ini, ia belum pernah dirawat inap. Namun, selama ia berobat di klinik menggunakan BPJS layanan diterima memang sudah setara antara kelas 1,2, dan 3.

Lagi-lagi, ia pun berpesan jika KRIS berlaku pemerintah harus tetap memberikan pengawasan pada RS.

"Pengawasan atau kontrol supaya kualitasnya tetap terjaga sesuai standar terutama di 12 kriteria tadi," katanya.

Lain Gading lain Wisnu, Nurul Fara (26) masih skeptis dengan penerapan KRIS. Peserta BPJS Kesehatan kelas 1 itu menilai saat ini peserta JKN tetap saja susah dapat tempat tidur jika harus rawat inap.

"Belum kebayang nih (KRIS) bakal gimana karena saat dibikin kelas saja masih agak sulit ya nyari kamar, pelayanan rumah sakitnya pun masih beda beda untuk peserta BPJS. Ada yang memang pelayanan untuk peserta BPJS cepat atau ada yang kamarnya susah," keluhnya.

Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta itu menuturkan belum bisa membayangkan apakah masalah cari kamar itu bakal teratasi dengan KRIS atau tidak.

Ia pun mengaku pernah merasakan langsung bahwa pelayanan dari RS itu berbeda-beda kepada peserta BPJS. Menurutnya, ada RS yang sudah baik tapi ada juga yang belum.

"Kebetulan sempat dirawat inap tahun 2019, di salah satu RS di Bandung. Itu sih yang dirasain sesuai ya karena kemudahan dapat kamar rawat inap, pelayanan dan lain-lainnya. Tapi kalau pelayanan berobat rawat jalan di beberapa fasilitas kesehatan berbeda-beda pelayanannya untuk peserta BPJS," tuturnya.

[Gambas:Video CNN]