ilmu bantu geografi

    Release time:2024-10-07 21:47:58    source:okstrea.   

ilmu bantu geografi,s4donline,ilmu bantu geografi

Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut, aturan-aturan mengenai kemasan rokok di Indonesia seyogiyanya tidak mengacu pada ketentuan yang dicanangkan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC). Apalagi sampai menjadikannya sebagai dasar hukum penerapan kebijakan kemasan rokok di Indonesia.

Alasannya, karena FCTC sendiri bukan merupakan lembaga standar internasional yang berhak membuat standar kemasan rokok, termasuk ketentuan kemasan rokok polos.

Negosiator Perdagangan Ahli Madya Kemendag Angga Handian Putra mengatakan, ketentuan-ketentuan di dalam FCTC itu tidak secara detail mengatur kebijakan kemasan polos pada rokok, sehingga FCTC itu bukan satu lembaga standar internasional yang berhak membuat standar kemasan polos.

"Bahkan, ketentuan-ketentuan di dalam FCTC itu bersifat general dan tidak bisa disebut sebagai standar dalam artian yang diatur di dalam perjanjian WTO (World Trade Organization), khususnya Technical Barrier to Trade Agreement," kata Angga dalam Coffee Morning CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Baca:
Bukan Kaleng-Kaleng, Industri Rokok Tulang Punggung Ekonomi RI

Sebagai catatan, pemerintah lewat Kementerian Kesehatan tengah merancang aturan pelaksana  Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan (PP Kesehatan) berupa rancangan peraturan menteri kesehatan. Rencananya, aturan itu disebut-sebut bakal mengatur kemasan rokok nantinya harus memenuhi standar yang dipersyaratkan pemerintah.

Diantaranya, mengatur soal ukuran dan warna kemasan, dan hanya boleh mencantumkan gambar berupa peringatan kesehatan. Dalam hal ini, rancangan ini disebut sebagai kemasan polos, karena tak ada ruang untuk gambar logo merek rokok. Kebijakan ini diantaranya diberlakukan di Australia dan sempat mendapat protes dari Indonesia hingga ke meja WTO beberapa tahun silam.

Karena itu, Angga mengatakan, pemerintah tidak bisa serta-merta mengadopsi kebijakan kemasan polos yang diterapkan pemerintah Australia di Indonesia. Sebab, menurutnya, struktur pasar Indonesia berbeda dengan Australia.

"Terus kebijakan-kebijakan yang sudah diterapkan oleh Australia dan Indonesia cukup beragam. Artinya, berbagai perbedaan itu perlu disikapi bahwa kebijakan kemasan polos yang diterapkan oleh negara lain belum tentu akan efektif diterapkan oleh Indonesia," jelasnya.

Desain kemasan rokok, sumber: draft Rancangan Permenkes Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. (Dok. Kemenkes)Foto: Desain kemasan rokok, sumber: draft Rancangan Permenkes Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. (Dok. Kemenkes)
Desain kemasan rokok, sumber: draft Rancangan Permenkes Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. (Dok. Kemenkes)

Selain itu, dia menyebut Australia dalam merumuskan kebijakan kemasan polos untuk semua produk tembakau tidak sebentar, melainkan melalui proses panjang dalam perumusan dan pengkajian yang dilakukan Negeri Kanguru tersebut

"Bahkan, sebelum 2012 berlaku itu mereka memang memerlukan waktu yang cukup lama, misalnya dari 2009 itu perumusannya. Terus banyak kajian yang memang dilakukan sebelum penerapan kebijakan kemasan polos," ucapnya.

Untuk itu, Angga berharap Kementerian Kesehatan dalam mengembangkan konsep kebijakan kemasan polos disertai dengan bukti-bukti ilmiah, dan dengan memperhatikan juga ketentuan-ketentuan yang WTO yang ada.


(dce) Saksikan video di bawah ini:

Video: Kemendag dan BPOM Sita Kosmetik Ilegal Senilai Rp 11,4 Miliar

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Duh! Diam-Diam Industri Rokok RI Mulai Sunset, Ini Biang Keroknya