erek" 25

    Release time:2024-10-07 18:21:56    source:erek16   

erek" 25,pancing77 slot,erek" 25Jakarta, CNN Indonesia--

Nama Masoud Pezeshkian menjadi sorotan setelah memenangkan pemilihan umum pekan lalu dan menjadi presiden Iran terpilih.

Pezeshkian berhasil mengalahkan Saed Jalili dan mengantongi suara hingga 16,3 juta di putaran kedua.

Lihat Juga :
Roket Katyusha Buatan Soviet yang Dipakai Hizbullah Bombardir Israel

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih pro rakyat

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia (UI) Yon Machmudi mengatakan meski latar belakang Pezeshkian dinilai lebih terbuka dari para pendahulunya yang cenderung konservatif, kepemimpinannya nampak belum tentu bisa membawa perubahan signifikan bagi Iran.

Menurut Yon, siapa pun presiden Iran yang terpilih pada akhirnya kemungkinan besar akan "tunduk" sepaham dengan visi misi pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Lihat Juga :
Pakar Nilai Iron Dome Israel Bisa KO Cegat Rudal-rudal Hizbullah
Lihat Juga :
Profil Presiden Iran Terpilih Masoud Pezeshkian

Namun, letak perbedaannya, kata Yon, ada di metode penerapan.

"Dalam pendekatannya Masoud lebih reformis ya, pro terhadap hak asasi manusia, dan memiliki pemikiran dalam hal penerapan hukum yang ada di Iran lebih memperhatikan aspek yang lebih humanis," kata Yon kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/7).

Pilihan Redaksi
  • Kenapa Upin & Ipin Populer di RI dan Malaysia Gandrung Bahasa Gaul?
  • Adik Kim Jong Un Komentari Petisi buat Makzulkan Presiden Korsel
  • Wakil Menteri Palestina Tewas Imbas Bombardir Israel ke Sekolah Gaza

Pengamat hubungan internasional lain yang juga dari UI, Sya'roni Rofii, mengatakan Pezeshkian akan lebih mendengar aspirasi rakyat sesuai janji kampanye.

Dia akan berada di tengah untuk menampung pendapat dari kelompok tradisional maupun kelompok moderat.

"Sebuah pemandangan yang saya kira pilihan pragmatis yang bisa dipilih untuk konsolidasi internal," ujar Sya'roni.

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>

Tegas ke Israel, lunak ke Barat?

Sya'roni juga memandang di bawah pemerintahan Pezeshkian, Iran akan melakukan pendekatan politik luar negeri yang lebih kompromis.

Secara geopolitik hubungan Iran dengan Eropa dan Amerika akan mengalami relaksasi di bawah presiden baru, demikian menurut Yon.

"Ya perubahan yang lebih soft [lunak] dibanding sebelumnya," ujar Yon.

Di bawah pemerintahan Ebrahim Raisi, Iran cenderung konfrontatif dengan Barat. Pada 2022, Raisi enggan menghidupkan kesepakatan nuklir jika tak mendapat jaminan bahwa Amerika Serikat tetap menjadi anggota pakta itu.

Pada 2015, Iran dan sejumlah negara besar termasuk AS menandatangani perjanjian pengendalian senjata yang dikenal Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Kesepakatan ini memberlakukan pembatasan signifikan terhadap program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.

Lihat Juga :
Bagaimana Posisi PM Inggris Terpilih Keir Starmer bagi Palestina?

Kemudian pada 2018, Presiden AS saat itu, Donald Trump menarik diri dari perjanjian. Dia menyebut kesepakatan ini gagal membatasi program nuklir Iran dan pengaruh di Timur Tengah.

Setahun kemudian, Iran mulai mengabaikan pembatasan program nuklir dan terus meningkatkan pengayaan nuklir mereka, demikian menurut Council on Foreign Relations (CFR).

Iran dan AS berulang kali menyatakan akan kembali ke kesepakatan awal, tetapi negosiasi kerap buntu.

Di bawah pemerintahan baru, Iran disebut bakal lebih membuka diri. Sya'roni bahkan memandang kebijakan Pezeshkian akan mirip dengan Hassan Rouhani, presiden Iran periode 2013-2021.

Saat menjadi presiden, Rouhani membawa Iran menjadi salah satu negara yang turut menandatangani JCPOA.

"Masoud .. akan mengedepankan pendekatan kompromi. Mirip dengan periode Hassan Rouhani yang bisa duduk bersama Barat untuk membahas isu nuklir," ujar Sya'roni.

Potensi dialog dengan Barat terjadi karena Pezeshkian ingin menumbuhkan ekonomi Iran. Negara ini mendapat sejumlah sanksi internasional terutama dari AS.

Lihat Juga :
RI Kutuk Keras Serangan Israel ke Sekolah PBB di Gaza: Biadab

"Karena presiden ini berkeinginan untuk mengurangi tekanan embargo ekonomi yang itu juga cukup mengganggu ekonomi Iran ya," ungkap Yon.

Saat Pezeshkian memimpin, kedua pengamat itu sepakat Iran akan tetap tegas ke Israel.

Namun, Yon menilai pemimpin baru Iran itu akan terbuka jika ada opsi negosiasi soal perundingan yang mengarah ke perdamaian di Palestina.

Palestina menjadi pembicaraan usai Israel melancarkan agresi ke Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Imbas operasi ini, lebih dari 28.000 orang meninggal.

Iran salah satu negara yang mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Mereka bahkan sempat menyerukan komunitas internasional melancarkan sanksi hingga embargo ke Israel gegara agresi di Gaza.

Iran bahkan sempat menyerang Israel secara langsung setelah pasukan Zionis menyerang fasilitas diplomatik mereka di Damaskus, Suriah.

Yon juga mencatat jika suatu waktu Israel memulai lagi menyerang Iran, pemerintahan Pezeshkian akan konfrontatif dengan negara pimpinan Benjamin Netanyahu.